Salah satu cara paling sederhana mencegah banjir di ibukota saat ini
adalah membuat sumur resapan atau lubang biopori. Secara teoritis, sumur
resapan tidak hanya mengurangi risiko banjir, namun juga menjaga
cadangan air.
Sampai hari ini, banjir sudah merendam Jakarta
selama tiga hari sejak Rabu (16/1/2013) lalu. Meskipun di beberapa titik
ibukota kondisi banjir mulai surut, proses evakuasi masih berjalan.
Melalui
pernyataannya pada Rabu (16/1/2013) lalu, Gubernur DKI Joko "Jokowi"
Widodo mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan anggaran sebesar Rp 250
miliar khusus untuk memasang sumur resapan sebanyak 10 ribu buah. Namun,
proses pemenuhan target tersebut terhambat penetapan APBD 2013.
Sebenarnya,
sumur resapan dengan skala lebih kecil dapat dibangun sendiri oleh
warga di tiap-tiap pekarangan rumahnya. Masuknya air hujan melalui
peresapan ini akan menjaga cadangan air tanah. Dengan begitu, hujan
tidak hanya "terbuang percuma" dan membuat genangan, namun memberikan
keuntungan bagi kehidupan warga.
Namun demikian, pembuatan sumur
resapan atau biopori memiliki standar tertentu, tidak bisa sembarangan.
Hal tersebut terdaftar dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)
06-2459-2002 yang merupakan revisi dari standar sebelumnya, SNI
06-2459-1991. Berdasarkan standar ini, syarat sumur resapan air hujan
adalah memiliki penampang sumur resapan air hujan berbentuk segi empat
atau lingkaran.
Ukuran minimum sisi penampang atau diameter 80 cm
dan maksimum 120 cm. Adapun ukuran pipa masuk diameter 110 mm dan ukuran
pipa pelimpah diameter 110 mm.
Syarat lain pembuatan lubang
biopori adalah sumur tersebut berada pada lahan yang datar, tidak pada
tanah berlereng, curam, atau labil. Letak sumur resapan juga harus jauh
dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic tank (minimum lima meter
diukur dari tepi), dan berjarak setidaknya satu meter dari pondasi
bangunan.
Mengenai kedalamannya, penggalian sumur resapan bisa
sampai tanah berpasir atau dua meter di bawah permukaan air tanah.
Sementara kedalaman muka air tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan.
Syarat
lainnya, struktur tanah harus punya kemampuan menyerap air
(permeabilitas tanah) lebih besar atau sama dengan 2,0 cm per jam.
Dengan kata lain, genangan air setinggi 2 cm akan terserap habis hanya
dalam waktu satu jam.
Untuk membuatnya, Anda dapat meminta bantuan
tukang atau pembuat sumur gali berpengalaman. Namun, pastikan Anda ikut
memperhatikan persyaratan teknis dan spesifikasi pembuatan sumur
seperti berikut ini:
Penutup sumur
Untuk
penutup sumur, Anda memiliki tiga pilihan. Pilihan pertama, gunakan
pelat beton bertulang dengan tebal 10 cm untuk membuat penutup sumur.
Komposisi penutup tersebut: pelat beton 10 cm dicampur dengan satu
bagian semen, dua bagian pasir, dan tiga bagian kerikil.
Pilihan
kedua, Anda dapat menggunakan pelat beton tidak bertulang dengan tebal
10 cm dengan komposisi yang sama. Namun, penutup ini berbentuk cubung
dan tidak diberi beban di atasnya. Terakhir, Anda dapat gunakan
ferocement setebal 10 cm.
Dinding sumur
Anda
dapat menggunakan beton untuk dinding sumur. Untuk dinding bagian
atasnya, Anda bisa memakai batu bata merah, batako, atau campuran dari
satu bagian semen, empat bagian pasir, plester dan aci semen.
Pengisi sumur
Untuk
pengisi sumur, Anda dapat memilih material berupa batu pecah ukuran
10-20 cm, pecahan bata merah ukuran 5-10 cm, ijuk, serta arang. Susun
pecahan-pecahan tersebut dengan komposisi berongga.
Saluran air hujan
Seperti
syarat yang sudah dicantumkan dalam SNI, Anda dapat menggunakan pipa
PVC berdiameter 110 mm, pipa beton berdiameter 200 mm, dan pipa beton
setengah lingkaran berdiameter 200 mm.
Setelah membuat sumur
resapan, jangan lupa untuk memeriksa sumur resapan setiap menjelang
musim hujan. Rasanya, dengan langkah-langkah sederhana tapi nyata ini,
Anda bisa turut menyelamatkan kota Anda!
(Sumber: http://www.pu.go.id)