Memahami spek dan istilah-istilah lensa kamera DSLR

info photography - Salah satu hal yang membingungkan dalam dunia photography  adalah spek dan istilah-istilah lensa. Bayangkan melihat lensa dengan nama sebagai berikut:
Tamron AF 17-50mm f/2.8 SP XR Di II LD Aspherical [IF] VC
Apa coba artinya? Panjang sekali! Dan penuh dengan singkatan! Lebih parahnya lagi, tiap produsen lensa menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk mengatakan hal yang sama.. Jadi kalaupun kita sudah paham arti istilah-istilah lensa Tamron, misalnya, kita tetap akan kebingungan melihat istilah lensa-lensa Sigma!
Lewat artikel ini saya berusaha menjelaskan apa saja spesifikasi yang bisa ada di lensa, beserta gunanya. Sayangnya saya belum hafal istilah yang digunakan masing-masing produsen lensa untuk menamai lensa mereka, jadi mungkin Anda perlu browsing sendiri untuk melihat daftar istilah yang digunakan untuk mengacu ke spek yang dijelaskan di sini.

1. Focal length (riil dan ekivalen)

Focal length adalah jarak titik focus lensa. Hal ini mempengaruhi: lebarnya bidang pandang lensa (FL ekivalen), tebalnya ruang tajam (FL riil), dan perbandingan ukuran benda-benda yang jaraknya berbeda dari lensa (FL ekivalen). Makin besar FL lensa, maka bidang pandang akan makin sempit (seolah-olah kita mendekati obyek), ruang tajam akan makin sempit (di jarak dan bukaan yang sama), dan benda-benda yang jauh (background) akan terlihat makin sama ukurannya dengan benda-benda yang dekat (foreground atau objek utama). Persamaan ukuran ini biasa disebut juga sebagai (efek) kompresi: karena benda-benda di belakang terlihat berukuran tidak terlalu berbeda dengan objek di depan, maka mereka terlihat seolah-olah berjarak lebih dekat satu sama lain.
Berbeda dengan definisi yang sering dipakai orang awam, lensa “zoom” berarti lensa tersebut mempunyai FL yang bervariasi. Misalnya seperti contoh di atas, mempunyai FL 17-50mm. Lensa yang bisa membuat kita seolah-olah mendekati objek disebut lensa tele (bukan zoom), dan lensa-lensa tele ini biasanya mempunyai FL 135mm ke atas. Di sisi lain, bisa saja lensa tele juga merupakan lensa zoom, misalnya lensa dengan FL 150-500mm (FLnya besar = tele, FLnya bervariasi = zoom). Kebalikan dari tele adalah wide (bidang pandang lebar, FL kecil).
Apa maksudnya FL riil dan ekivalen? FL riil berarti angka tersebut mengacu ke jarak fokus lensa itu sendiri. FL ekivalen sebuah lensa mengacu ke jarak fokus lensa yang jika dipasang di kamera fullframe akan mempunyai field of view (bidang pandang) yang sama dengan lensa tersebut (jika dipasang di kamera tersebut).
Misalnya: lensa 50mm jika dipasang di kamera Olympus PEN akan mempunyai field of view yang sama dengan lensa 100mm di kamera fullframe. Maka, lensa 50mm dikatakan mempunyai FL ekivalen sebesar 100mm di kamera Olympus PEN. Faktor pengali (2x lipat) ini disebut “crop factor”, yang dipengaruhi ukuran sensor kamera tersebut.
Tidak perlu bingung, karena kebanyakan yang menuliskan FL ekivalen adalah lensa yang terpasang di kamera pocket. Jika Anda melihat suatu kamera pocket menuliskan FLnya 28mm, kemungkinan besar FL riilnya hanyalah sekitar 5mm, dan 28mm tersebut adalah FL ekivalen.
Tidak semua lensa adalah lensa zoom. Ada juga lensa prime/fix, yang hanya mempunyai satu FL yang tetap. Misalnya, lensa 50mm. Kelebihan lensa 50mm ini adalah kualitas yang (biasanya) lebih bagus, dan aperture maksimal yang lebih besar. Apa itu aperture maksimal?

2. Bukaan/aperture maksimal

Kebanyakan lensa menuliskan aperture maksimal yang bisa digunakan lensa tersebut. Sebagai contoh, lensa kit/standar DSLR yang biasanya mempunyai spek 18-55mm, f/3.5 – 5.6. Spek ini berarti, lensa tersebut mempunyai rentang FL antara 18mm hingga 55mm. Di FL 18mm, lensa tersebut mempunyai aperture maksimal f/3.5; di FL 55mm lensa tersebut mempunyai aperture maksimal f/5.6.
Jika suatu lensa zoom hanya mempunyai satu angka aperture yang dituliskan, berarti lensa zoom tersebut mempunyai aperture maksimal yang sama, terlepas dari FL yang digunakan. Misalnya di contoh lensa 17-50/2.8 tadi, maka lensa tersebut bisa dibuka maksimal hingga f/2.8, dari FL paling wide (17mm) hingga paling tele (55mm).

3. Crop factor

Seperti yang dijelaskan di atas, kamera mempunyai crop factor. Untuk merk-merk DSLR kebanyakan, hanya ada dua jenis kamera: fullframe (tanpa crop factor, atau crop factor 1x) dan APS-C yang mempunyai crop factor 1.5x (Nikon, Sony, Pentax), atau 1.6x (Canon). Kamera fullframe mempunyai ukuran sensor yang lebih besar dibandingkan APS-C. Karena itu, lensa yang digunakan pun akan berbeda.
Lensa fullframe menghasilkan gambar yang lebih luas di bidang sensor, sedangkan lensa APS-C menghasilkan gambar yang lebih sempit, dan hanya cukup menutupi bidang sensor sebesar APS-C saja. Karena itu, lensa fullframe bisa digunakan di kamera APS-C, tapi lensa APS-C tidak bisa digunakan di kamera fullframe. Jika lensa APS-C digunakan di kamera fullframe, maka hasilnya akan vignetting (ada warna hitam di sekeliling foto), karena lensa hanya menghasilkan gambar di bagian tengah bidang sensor fullframe tersebut. Ini pun, tidak semua lensa APS-C bisa dipasang di kamera fullframe. Beberapa lensa bisa menjorok terlalu dalam hingga akan terpukul oleh gerakan lensa dalam kamera, misalnya.
Lensa crop factor APS-C vs. fullframe ini dituliskan sebagai: EF-S vs EF (Canon), DX vs FX (Nikon), Di II vs Di (Tamron), dsb.

4. Peredam getaran

Beberapa lensa mempunyai mekanisme peredam getaran. Jika kita memegang kamera dengan tangan, mau tidak mau kamera akan bergoyang, walaupun sedikit. Di shutter speed yang pelan, goyangan ini akan terlihat di hasil foto. Mekanisme ini memungkinkan elemen-elemen lensa untuk bergerak melawan arah goyangan/getaran tangan kita, sehingga mengurangi efek goyangan yang terlihat di foto.
Kebanyakan mekanisme peredam getaran bisa mengurangi getaran hingga 2 stop, yang berarti efek goyangannya akan dikurangi sehingga terlihat seolah-olah kita memotret dengan shutter speed 4x lebih cepat (sama dengan 2 stop).
Mekanisme ini disebut dengan IS (Canon), VR (Nikon), VC (Tamron), OS (Sigma), OSS (Sony E), dsb.

5. Motor/mekanisme focusing

Banyak produsen lensa yang menggunakan motor/mekanisme focusing yang berbeda di lensa mereka. Jika suatu lensa menggunakan mekanisme yang bagus, biasanya hal ini akan dicantumkan di nama lensanya. Mekanisme yang bagus biasanya berarti lensanya akan lebih cepat saat autofocusing, dan suaranya pun lebih halus.
Mekanisme ini disebut dengan USM (Canon), SWM (Nikon), USD/PZD (Tamron), HSM (Sigma), SSM (Sony), dsb.

6. Internal focusing

Lensa biasanya akan berputar dan memanjang/pendek saat focusing. Internal focusing berarti lensa tersebut tidak memanjang/pendek ataupun berputar saat focusing. Hal ini berguna saat Anda menggunakan filter yang perlu digunakan dengan sudut yang sama, misalnya GND atau CPL.

7. Rear focusing

Istilah rear focusing pada lensa berarti pada lensa melakukan focusing dengan menggerakkan elemen belakang. Hal ini mengakibatkan focusing menjadi lebih cepat dan halus.
Hingga titik ini, sebenarnya semua spek lensa yang penting sudah Anda ketahui. Istilah-istilah berikutnya hanya mengacu ke teknologi yang digunakan di elemen-elemen optis. Teknologi tersebut mempengaruhi hasil akhir foto, sehingga harusnya sudah tercantum dalam reputasi dan hasil review lensa tersebut.

8. Aspherical element

Aspherical element menandakan bahwa lensa tersebut menggunakan elemen optis yang bentuknya bukan bundar (saya juga tidak paham persis). Hal ini mengurangi efek cembung pada hasil foto, dan juga memungkinkan rancangan lensa yang lebih ringkas dan berkualitas.

9. Low dispersion

Apakah Anda pernah melihat warna keunguan (biasanya) di pinggir daerah-daerah yang cerah/berwarna putih di foto Anda? Hal ini disebut color fringing atau color aberration (CA). Low dispersion menandakan bahwa lensa tersebut mempunyai CA yang kurang daripada lensa yang tidak mempunyai low dispersion.
Masih banyak istilah-istilah lain yang mengacu ke berbagai macam hal. Silakan periksa website masing-masing produsen untuk melihat daftarnya.


Share this article :
 
 

Copyright © 2013. DUNIA INFO - All Rights Reserved

powered by Blogger